5 Alasan Kenapa Hidup di Zaman
SOEHARTO Memang Lebih Enak
SOEHARTO Memang Lebih Enak
“Piye Kabare? Sek Enak Zamanku Toh?” jargon seperti
ini begitu laris belakangan ini. Entah tertempel di
angkot-angkot sampai dipajang di belakang bak truk
pasir. Entah kenapa foto The Smiling General ini tiba-
tiba muncul.
Namun menurut kabar tagline ini jadi semacam protes
rakyat terhadap apa yang terjadi sekarang ini. Mulai
dari harga-harga yang naik, rupiah anjlok sekali dan
berbagai masalah lain yang bikin jengah.
Terlepas dari segala kontroversi yang pernah
dilakukan beliau, hidup di zaman Soeharto memang
enak. Jujur, semasa pemerintahan orde baru-nya,
rakyat hidup dengan sangat makmur, ‘Gemah ripah loh
jenawi’ kata orang Jawa. Mulai dari harga bahan pokok
yang terjangkau, kerjaan mudah didapat, serta sangat
aman. Dibandingkan sekarang memang agak jauh, namun
hal tersebut ditebus dengan kebebasan bicara yang
mungkin dulu tidak mungkin dilakukan dengan bebas.
Nah, berikut adalah beberapa alasan kenapa tagline
“Enak zamanku” bukan hanya pepesan kosong belaka,
alias benar-benar seperti itu adanya.
1. Apa-Apa Murah
Apa yang bisa kita beli dengan uang Rp 50 ribu
sekarang ini? Tak banyak. Bahkan beli pulsa atau paket
internet saja rasanya masih kurang. Dibelanjakan
untuk urusan rumah tangga uang Rp 50 ribu juga tak
banyak nilainya sekarang. Dibandingkan dulu, dengan
sejumlah uang ini kita bisa membeli apa pun. Mulai
kebutuhan sebulan ke depan sampai cicilan mobil atau
rumah.
Tak hanya harga-harga barang, biaya pendidikan juga
sangat murah. Dulu sekolah-sekolah mematok tarif
yang sangat terjangkau, bahkan sampai tingkat
universitas. Mungkin yang lahir tahun 90an ke bawah
merasakan enaknya bayar SPPcuma Rp 1.000 atau Rp
2.000 saja. Kalau dibandingkan dengan hari ini tentu
sangat jauh. Tak perlu bicara biaya kuliah, taman
kanak-kanak saja sudah dipatok ratusan ribu rupiah,
apalagi yang labelnya ‘standar internasional’.
Biaya berobat juga sangat terjangkau. Rumah sakit
mematok biaya yang murah, dan untuk PNS, TNI, dan
Polri biasanya juga ada semacam kartu asuransi
kesehatan sehingga bisa gratis berobat. Makanya
orang dulu sehat-sehat karena tidak ngenes
memikirkan biaya yang bakal dikeluarkan nantinya.
2. Lapangan Pekerjaan Sangat Mudah
Lulus kuliah mungkin membanggakan namun juga
dilematis. Terutama dilihat dari fakta kalau
pekerjaan makin susah saat ini dan saingan terlampau
banyak. Apresiasi terhadap jejang pendidikan saat ini
juga makin rendah. Kini lulusan SMA dan SMK sudah
jelas apa akan jadi pekerjaan mereka. Lulusan bangku
kuliah pun juga belum pasti dapat posisi bagus di
perusahaan.
Hal ini begitu terbalik dengan masa-masa Soeharto
dulu. Di zaman dulu mencari kerja sama mudahnya
seperti ikan di kolam. Pasti dapat dan kita bisa
memilih mau menerima yang mana. Pembangunan di
masa orde baru memang tengah pesat-pesatnya, belum
lagi mulai banyak berdiri perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan karyawan.
Soal apresiasi pendidikan terhadap pekerjaan dulu
juga sangat berbeda. Dulu lulusan SMA pun sudah
masuk kualifikasi sebagai PNS, bahkan di perusahaan
bisa jadi mandor atau setingkat kepala. Lulusan
perguruan bahkan sudah jadi dosen dan pengajar
pendidikan tinggi. Kenyataan seperti ini takkan kita
temui hari ini.
3. Dolar Seharga Rp 378
Nilai tukar dolar hari ini adalah sekitar Rp 13.600,
angka ini sudah lumayan bagus dari pada beberapa
waktu lalu yang pernah mencapai Rp 14 ribuan. Dampak
naiknya nilai dolar ini pun berimbas secara langsung
kepada perekonomian rakyat. Salah satunya membuat
harga-harga barang naik dengan cukup drastis. Jika
dibandingkan dengan zaman Soeharto tentu saja angka
ini bisa dibilang gila.
Bagaimana tidak, dulu dolar hanya senilai Rp 378 saja
pada tahun 1971. Dampaknya seperti yang diungkapkan
di atas. Apa-apa murah dan sangat terjangkau. Angka
Rp 378 ini kemudian makin naik tiap tahunnya, hingga
pada 1997 nilainya menjadi R 2.500. Dulu nilai ini
termasuk sangat tinggi namun lagi-lagi rakyat tidak
begitu merasakan dampaknya.
Sepeninggal Soeharto di tahun 1998 dolar pun melesat
dengan cepat. Mulai dari peningkatan hingga Rp 5 ribu,
sampai pernah menembus angka Rp 16.800 di masa
Presiden Habibie. Namun berhasil diupayakan hingga di
masa akhir jabatannya bisa ditekan menjadi Rp 7000
saja.
4. Sangat Aman dan Nyaman
Kriminalisme di era sekarang ini sudah sangat miris.
Bahkan tak sekedar mencuri atau merampok, para
kriminal juga tak segan memperkosa dan membunuh
bocah. Seperti kasus Angeline dan juga Neng.
Sekarang orang sudah tidak takut lagi melakukan
kejahatan. Paling hanya dihukum penjara beberapa
tahun. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan zaman
Soeharto dulu.
Masih ingat petrus? Ya, ini adalah salah satu cara
Soeharto untuk memberantas kejahatan. Teringat dulu
banyak cerita orang-orang yang pernah menjumpai
mayat-mayat di sungai-sungai atau jalan. Setelah
diidentifikasi ternyata si mayat ini pernah melakukan
kejahatan, entah mencuri, merampok, begal dan
sejenisnya. Hal ini pun sangat efektif menekan angka
kejahatan ke level yang sangat rendah.
Soal kerukunan umat beragama juga jadi hal yang
sepertinya cuma terjadi di zaman Soeharto. Dulu
masyarakat begitu rukun hidup bertetangga antara
satu dan lainnya. TNI dan rakyat juga sangat berbaur
untuk menciptakan lingkungan kondusif. Benar-benar
sangat nyaman dan aman.
5. Bidang Olahraga Indonesia di Masa Keemasannya
Tak cuma bidang sosial politik yang bisa kita banggakan
dari masa pemerintahan Soeharto. Olahraga pun
demikian pula. Dibandingkan sebelum atau sesudahnya,
di era Soeharto olahraga kita berada pada masa
keemasannya. Ada begitu banyak prestasi yang
tercipta saat itu dan bikin bangga rakyat Indonesia.
Misalnya saja prestasi Rudy Hartono yang menjadi
juara dunia All England selama 7 kali berturut-turut.
Piala Thomas juga jadi langganan kita meskipun China
ikut bertanding. Belum lagi prestasi atlit kita di SEA
Games 1977 yang merobohkan dominasi Thailand kala
itu. Serta yang paling fenomenal adalah raihan emas
Susi Susanty dan Alan Budi Kusuma yang bikin rakyat
Indonesia bangga dan haru. Di ranah sepak bola tak
kalah apik. Termasuk prestasi Timnas yang melejit.
Dibandingkan dengan saat ini tentu sangat jauh. Mulai
dari sepak bola dalam negeri yang tak jelas nasibnya,
sampai perwakilan kita yang terus menerus dikalahkan
dalam berbagai ajang. Sehingga tak salah jika banyak
orang yang mengatakan zaman Soeharto olahraga
Indonesia menggila.
Sudah 7 tahun berlalu sejak kematian sang mantan
presiden di tahun 2008 lalu. Meskipun katanya penuh
dengan kontroversi selama hidupnya, namun Soeharto
adalah alasan kenapa kita pernah hidup dengan sangat
nyaman. Jasa-jasanya akan selalu dikenang banyak
orang dan sepertinya tak ada salahnya untuk
menjulukinya sebagai salah satu presiden terbaik yang
pernah kita miliki.
ini begitu laris belakangan ini. Entah tertempel di
angkot-angkot sampai dipajang di belakang bak truk
pasir. Entah kenapa foto The Smiling General ini tiba-
tiba muncul.
Namun menurut kabar tagline ini jadi semacam protes
rakyat terhadap apa yang terjadi sekarang ini. Mulai
dari harga-harga yang naik, rupiah anjlok sekali dan
berbagai masalah lain yang bikin jengah.
Terlepas dari segala kontroversi yang pernah
dilakukan beliau, hidup di zaman Soeharto memang
enak. Jujur, semasa pemerintahan orde baru-nya,
rakyat hidup dengan sangat makmur, ‘Gemah ripah loh
jenawi’ kata orang Jawa. Mulai dari harga bahan pokok
yang terjangkau, kerjaan mudah didapat, serta sangat
aman. Dibandingkan sekarang memang agak jauh, namun
hal tersebut ditebus dengan kebebasan bicara yang
mungkin dulu tidak mungkin dilakukan dengan bebas.
Nah, berikut adalah beberapa alasan kenapa tagline
“Enak zamanku” bukan hanya pepesan kosong belaka,
alias benar-benar seperti itu adanya.
1. Apa-Apa Murah
Apa yang bisa kita beli dengan uang Rp 50 ribu
sekarang ini? Tak banyak. Bahkan beli pulsa atau paket
internet saja rasanya masih kurang. Dibelanjakan
untuk urusan rumah tangga uang Rp 50 ribu juga tak
banyak nilainya sekarang. Dibandingkan dulu, dengan
sejumlah uang ini kita bisa membeli apa pun. Mulai
kebutuhan sebulan ke depan sampai cicilan mobil atau
rumah.
Tak hanya harga-harga barang, biaya pendidikan juga
sangat murah. Dulu sekolah-sekolah mematok tarif
yang sangat terjangkau, bahkan sampai tingkat
universitas. Mungkin yang lahir tahun 90an ke bawah
merasakan enaknya bayar SPPcuma Rp 1.000 atau Rp
2.000 saja. Kalau dibandingkan dengan hari ini tentu
sangat jauh. Tak perlu bicara biaya kuliah, taman
kanak-kanak saja sudah dipatok ratusan ribu rupiah,
apalagi yang labelnya ‘standar internasional’.
Biaya berobat juga sangat terjangkau. Rumah sakit
mematok biaya yang murah, dan untuk PNS, TNI, dan
Polri biasanya juga ada semacam kartu asuransi
kesehatan sehingga bisa gratis berobat. Makanya
orang dulu sehat-sehat karena tidak ngenes
memikirkan biaya yang bakal dikeluarkan nantinya.
2. Lapangan Pekerjaan Sangat Mudah
Lulus kuliah mungkin membanggakan namun juga
dilematis. Terutama dilihat dari fakta kalau
pekerjaan makin susah saat ini dan saingan terlampau
banyak. Apresiasi terhadap jejang pendidikan saat ini
juga makin rendah. Kini lulusan SMA dan SMK sudah
jelas apa akan jadi pekerjaan mereka. Lulusan bangku
kuliah pun juga belum pasti dapat posisi bagus di
perusahaan.
Hal ini begitu terbalik dengan masa-masa Soeharto
dulu. Di zaman dulu mencari kerja sama mudahnya
seperti ikan di kolam. Pasti dapat dan kita bisa
memilih mau menerima yang mana. Pembangunan di
masa orde baru memang tengah pesat-pesatnya, belum
lagi mulai banyak berdiri perusahaan-perusahaan yang
membutuhkan karyawan.
Soal apresiasi pendidikan terhadap pekerjaan dulu
juga sangat berbeda. Dulu lulusan SMA pun sudah
masuk kualifikasi sebagai PNS, bahkan di perusahaan
bisa jadi mandor atau setingkat kepala. Lulusan
perguruan bahkan sudah jadi dosen dan pengajar
pendidikan tinggi. Kenyataan seperti ini takkan kita
temui hari ini.
3. Dolar Seharga Rp 378
Nilai tukar dolar hari ini adalah sekitar Rp 13.600,
angka ini sudah lumayan bagus dari pada beberapa
waktu lalu yang pernah mencapai Rp 14 ribuan. Dampak
naiknya nilai dolar ini pun berimbas secara langsung
kepada perekonomian rakyat. Salah satunya membuat
harga-harga barang naik dengan cukup drastis. Jika
dibandingkan dengan zaman Soeharto tentu saja angka
ini bisa dibilang gila.
Bagaimana tidak, dulu dolar hanya senilai Rp 378 saja
pada tahun 1971. Dampaknya seperti yang diungkapkan
di atas. Apa-apa murah dan sangat terjangkau. Angka
Rp 378 ini kemudian makin naik tiap tahunnya, hingga
pada 1997 nilainya menjadi R 2.500. Dulu nilai ini
termasuk sangat tinggi namun lagi-lagi rakyat tidak
begitu merasakan dampaknya.
Sepeninggal Soeharto di tahun 1998 dolar pun melesat
dengan cepat. Mulai dari peningkatan hingga Rp 5 ribu,
sampai pernah menembus angka Rp 16.800 di masa
Presiden Habibie. Namun berhasil diupayakan hingga di
masa akhir jabatannya bisa ditekan menjadi Rp 7000
saja.
4. Sangat Aman dan Nyaman
Kriminalisme di era sekarang ini sudah sangat miris.
Bahkan tak sekedar mencuri atau merampok, para
kriminal juga tak segan memperkosa dan membunuh
bocah. Seperti kasus Angeline dan juga Neng.
Sekarang orang sudah tidak takut lagi melakukan
kejahatan. Paling hanya dihukum penjara beberapa
tahun. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan zaman
Soeharto dulu.
Masih ingat petrus? Ya, ini adalah salah satu cara
Soeharto untuk memberantas kejahatan. Teringat dulu
banyak cerita orang-orang yang pernah menjumpai
mayat-mayat di sungai-sungai atau jalan. Setelah
diidentifikasi ternyata si mayat ini pernah melakukan
kejahatan, entah mencuri, merampok, begal dan
sejenisnya. Hal ini pun sangat efektif menekan angka
kejahatan ke level yang sangat rendah.
Soal kerukunan umat beragama juga jadi hal yang
sepertinya cuma terjadi di zaman Soeharto. Dulu
masyarakat begitu rukun hidup bertetangga antara
satu dan lainnya. TNI dan rakyat juga sangat berbaur
untuk menciptakan lingkungan kondusif. Benar-benar
sangat nyaman dan aman.
5. Bidang Olahraga Indonesia di Masa Keemasannya
Tak cuma bidang sosial politik yang bisa kita banggakan
dari masa pemerintahan Soeharto. Olahraga pun
demikian pula. Dibandingkan sebelum atau sesudahnya,
di era Soeharto olahraga kita berada pada masa
keemasannya. Ada begitu banyak prestasi yang
tercipta saat itu dan bikin bangga rakyat Indonesia.
Misalnya saja prestasi Rudy Hartono yang menjadi
juara dunia All England selama 7 kali berturut-turut.
Piala Thomas juga jadi langganan kita meskipun China
ikut bertanding. Belum lagi prestasi atlit kita di SEA
Games 1977 yang merobohkan dominasi Thailand kala
itu. Serta yang paling fenomenal adalah raihan emas
Susi Susanty dan Alan Budi Kusuma yang bikin rakyat
Indonesia bangga dan haru. Di ranah sepak bola tak
kalah apik. Termasuk prestasi Timnas yang melejit.
Dibandingkan dengan saat ini tentu sangat jauh. Mulai
dari sepak bola dalam negeri yang tak jelas nasibnya,
sampai perwakilan kita yang terus menerus dikalahkan
dalam berbagai ajang. Sehingga tak salah jika banyak
orang yang mengatakan zaman Soeharto olahraga
Indonesia menggila.
Sudah 7 tahun berlalu sejak kematian sang mantan
presiden di tahun 2008 lalu. Meskipun katanya penuh
dengan kontroversi selama hidupnya, namun Soeharto
adalah alasan kenapa kita pernah hidup dengan sangat
nyaman. Jasa-jasanya akan selalu dikenang banyak
orang dan sepertinya tak ada salahnya untuk
menjulukinya sebagai salah satu presiden terbaik yang
pernah kita miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar